BUDIDAYA IKAN GURAME

Januari 7, 2009

1. SEJARAH SINGKAT

Gurame merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih lebar, bagian punggung berwarna merahsawo dan bagian perut berwarnakekuning-kuningan/ keperak-perakan. Ikan gurame merupakan keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dan bangsa Labyrinthici. Ikan gurami berasal dari perairan daerah Sunda (Jawa Barat, Indonesia), dan menyebar ke Malaysia, Thailands, Ceylon dan Australia. Pertumbuhan ikan gurame agak lambat dibanding ikan air tawar jenis lain. Di Indonesia, orang Jawa menyebutnya gurami, Gurameh, orang Sumatra ikan kalau, kala, kalui, sedangkan di Kalimantan disebut Kalui. Orang Inggris menyebutnya “Giant Gouramy”, karena ukurannya yang besar sampai mencapai berat 5 kg.

2. SENTRA PERIKANAN

Daerah di Indonesia yang menjadi sentra perikanan yaitu: Sumatera, NTB dan Jawa. Sedangkan di luar negeri yaitu: Thailand, Jepang dan Filipina.

3. JENIS

Klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut:
Klas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Sub Ordo : Anabantoidae
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Species : Osphronemus goramy (Lacepede)

Jenis gurami yang sudah dikenal masyarakat diantaranya: gurami angsa, gurami jepun, blausafir, paris, bastar dan porselen. Empat terakhir banyak dikembangkan di Jawa Barat, khususnya Bogor. Dibanding gurame jenis lain, porselen lebih unggul dalam menghasilkan telur. Jika induk bastar dalam tiap sarangnya hanya mampu menghasilkan 2000-3000 butir telur, porselen mampu 10.000 butir. Karena itu masyarakat menyebutnya sebagai top of the pop, dan paling banyak diunggulkan.

4. MANFAAT

Sebagai sumber penyediaan protein hewani.

5. PERSYARATAN LOKASI

1.      Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.

2.      Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

3.      Ikan gurame dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian 50-400 m dpl.

4.      Kualitas air untuk pemeliharaan ikan gurame harus bersih dan dasar kolam tidak berlumpur, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.

5.      Kolam dengan kedalaman 70-100 cm dan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan gurame. Untuk pemeliharaan secara tradisional pada kolam khusus, debit air yang diperkenankan adalah 3 liter/detik, sedangkan untuk pemeliharaan secara polikultur, debit air yang ideal adalah antara 6-12 liter/detik.

6.      Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 6,5-8.

7.      Suhu air yang baik berkisar antara 24-28 derajat C.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

1.      Penyiapan Sarana dan Peralatan

1.      Kolam
Jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan gurame antara lain:

1.      Kolam penyimpanan induk
Kolam ini berfungsi untuk menyimpan induk dalam mempersiapkan kematangan telur dan memelihara kesehatan induk, kolam berupa kolam tanah yang luasnya sekitar 10 meter persegi, kedalamam minimal 50 cm dan kepadatan kolam induk 20 ekor betina dan 10 ekor jantan.

2.      Kolam pemijahan
Kolam berupa kolam tanah yang luasnya 200/300 meter persegi dan kepadatan kolam induk 1 ekor memerlukan 2-10 meter persegi (tergantung dari sistim pemijahan). Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 24-28 derajat C; kedalaman air 75-100 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir. Tempatkan sarana penempel telur berupa injuk atau ranting-ranting.

3.      Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan
Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi.
Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.

4.      Kolam pembesaran
Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran bibit sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.

5.      Kolam/tempat pemberokan
Merupakan tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan Adapun cara pembuatan kolam adalah sebagai berikut:

1.      Ukurlah tanah 10 x 10 m (100 m 2 ).

2.      Buatlah pematangnya dengan ukuran; bagian atas lebarnya 0,5 m, bagian bawahnya 1 m dan tingginya 1 m.

3.      Pasanglah pipa/bambu besar untuk pemasukan dan pengeluaran air. Aturlah tinggi rendahnya, agar mudah memasukkan dan mengeluarkan air.

4.      Cangkullah tanah dasar kolam induk agar gembur, lalu diratakan lagi. Tanah akan jadi lembut setelah diairi, sehingga lobang-lobang tanah akan tertutup, dan air tidak keluar akibat bocor dari pori-pori itu. Dasar kolam dibuat miring ke arah pintu keluar air.

5.      Buatlah saluran ditengah-tengah kolam induk, memanjang dari pintu masuk air ke pintu keluar. Lebar saluran itu 0,5 m dan dalamnya 15 cm.

6.      Keringkanlah kolam induk dengan 2 karung pupuk kandang yang disebarkan merata, kemudian air dimasukkan. Biarkan selama 1 minggu, agar pupuk hancur dan meresap ke tanah dan membentuk lumut, serta menguji agar kolam tidask bocor. Tinggi air 0,75-1 m.

2.      Peralatan
Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan gurame diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (Kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan gurame antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).

2.      Pembibitan

1.      Pemilihan Induk
Ciri-ciri induk ikan gurame yang baik adalah sebagai berikut:

1.      Memiliki sifat pertumbuhan yang cepat.

2.      Bentuk badan normal (perbandingan panjang dan berat badan ideal).

3.      Ukuran kepala relatif kecil

4.      Susunan sisik teratur,licin, warna cerah dan mengkilap serta tidakluka.

5.      Gerakan normal dan lincah.

6.      Bentuk bibir indah sepertipisang, bermulut kecil dan tidak berjanggut.

7.      Berumur antara 2-5 tahun.
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:

§         Betina

§         Dahi meninjol.

§         Dasar sirip dada terang gelap kehitaman.

§         Dagu putih kecoklatan.

§         Jika diletakkan pada tempat datar ekor hanya bergerak-gerak.

§         Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.

§         Jantan

§         Dahi menonjol.

§         Dasar sirip dada terang keputihan.

§         Dagu kuning.

§         Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik.

§         Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.

2.      Pemeliharaan Induk
Induk-induk terpilih (20-30 ekor untuk kolam seluas 10 m 2 ) disimpan dalam kolam penyimpanan induk. Beri makanan selama dalam penampungan. Untuk setiap induk dengan berat antara 2-3 kg diberi makanan daun-daunan sebanyak 1/3 kg setiap hari pada sore hari. Makanan tambahan berupa dedak halus yang diseduh air panas diberikan 2 kali seminggu dengan takaran 1/2 blekminyak tanah setiap kali pemberian.

3.      Pembenihan
Bila proses pematangan gonada (kandung telur dan sperma) di kolam penampungan sudah mencapai puncaknya, induk segera dimasukkan dalam kolam pemijahan.
Adapun cara pemijjahan ikan gurame adalah sebagai berikut:

1.      Kolam dikeringkan terlebih dahulu selama 5 hari, perbaiki tanggul dan dasar kolam.

2.      Lakukan pengapuran dan pemupukan. Pemupukan dasar dengan pupuk kandang dosis 7,5 kg/100 meter persegi dan biarkan selama 3 hari.

3.      Tanami dasar kolam dengan tanaman ganggang buntut anjng

4.      Isikan air yang telah dicampur dengan pupuk buatan TSP sebantak 500 gram/100 meter persegi, biarkan selama 1 minggu kemudian isikan air hingga kedalaman 75 cm.

5.      Untuk kolam seluas 100 meter persegi bisa disebar induk sebanyak 30 ekor betina dan 10 ekor jantan. Setelah pemijahan berlangsung, 1-2 hari induk betina akan melepaskan telur-telurnya ke dalam sarang yangkemudian disemproti sperma oleh si jantan sehingga terjadi pembuahan sel telur. 20-30 hari kemudian, induk-induk yang terpelihara baik akan berpijah lagi dan beberapa hari kemudian telur akan menetas.

4.      Pemeliharaan Bibit
Benih-benih yang telah berumur 1-2 bulan sejak menetas dapat dibesarkan pada kolam pendederan atau disawah sebagai penyelang. Dalam pelaksanaan pendederan adalah melakukan pengeringan kolam atau sawah, pemupukan, perbaikan pematang dan pemasangan saringan atau perbaikan pipa-pipa pada pintu pemasukan atau pengeluaran air. Setelah persiapan selesai, benih ditebarkan dengan kepadatan 30 ekor/meter persegi dengan ukuran benih 5-10 cm pada kolam pendederan. Makanan yang dapat diberikan selama pemeliharaan adalah rayap atau daun-daunan yang telah dilunakkan dengan dosis 20-30% berat badan rata-rata. Makanan tambahan berupa dedak halus yang diseduh air panas diberikan 1 kali seminggu dengan takaran 1 blek minyak tanah untuk 100 ekor benih.
Lamanya pendederan sekitar 1-2 bulan.

3.      Pemeliharaan Pembesaran

1.      Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur.

1.      Polikultur
Ikan gurame dipeliharan bersama ikan tawes, ikan mas, nilem, mujair atau lele. Cara ini lebih menguntungkan karena pertumbuhan ikan gurame yang cukup lambat.

2.      Monokultur
Pada pemeliharaan gurame tersendiri, bibit yang disebar minimal harus berumur 2 bulan.
Penebaran bibit sejumlah 500 ekor (ukuran 10-15 cm) diperlukan luas kolam sekitar 1500 meter persegi

2.      Pemupukan
Pemupukan dapat dilakukan dengan bahan kimia dan pupuk kandang. Pada umumnya pemupukan hanya dilakukan 1 kali dalam setiap pemeliharaan, dengan maksud untuk meningkatkan makanan alami bagi hewan peliharaan. Tahap pertama pemupukan dilakukan pada waktu kolam dikeringkan. Pada saat ini pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang sebanyak 7,5 kg untuk tiap 100 m 2 kolam, air disisakan sedikit demi sedikit sampai mencapai ketinggian 10 cm dan dibiarkan selama 3 hari. Pada tahap berikutnya pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk buatan seperti TSP atau pupuk Urea sebanyak 500 gram untuk setiap 100 m 2 kolam. Pemberian kedua pupuk tersebut ditebarkan merata ke setiap dasar dan sudut kolam.

3.      Pemberian Pakan
Makanan pokok ikan gurame berupa pelet yang dapat diatur gizinya, namun di daerah yang agak sulit memperoleh pelet, daun-daunan merupakan alternatif yang sangat baik untuk dijadikan makanan ikan, diantaranya: daun pepaya, keladi, ketela pohon, genjer, kimpul, kangkung, ubi jalar, ketimun, labu dan dadap. Pemberian makanan yang teratur dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh ikan lebih cepat. Induk-induk gurame yang sehat dan terjamin makanannya dapat dipijahkan dua kali setahun berturut-turut selama 5 tahun.

4.      Pemeliharaan Kolam/Tambak
Setiap habis panen, kolam dibersihkan/kuras. setelah itu dilakukan pemupukan agar mempengaruhi kesuburan kolam, sehingga bila benih disebarkan, kesuburan ikan akan terjamin dan pertumbuhan ikan akan cepat.

7. HAMA DAN PENYAKIT

1.      Penyakit
Gangguan yang dapat menyebabkan matinya ikan adalah penyakit yang disebut penyakit non parasiter dan penyakit yang disebabkan parasit. Gangguan-gangguan non parasiter bisa berupa pencemaran air seperti adanya gas-gas beracun berupa asam belerang atau amoniak; kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturunan. Penanggulangannya adalah dengan mendeteksi keadaan kolam dan perilaku ikan-ikan tersebut. Memang diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk mengetahuinya. ikan-ikan yang sakit biasanya menjadi kurus dan lamban gerakannya. Gangguan lain yang berupa penyakit parasiter, yang diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Bila ikan terkena penyakit yang disebabkan parasit, dapat dikenali sebagai berikut:

1.      Penyakit pada kulit; pada bagian-bagian tertentu berwarna merah terutama di bagian dada, perut dan pangkal sirip.

2.      Penyakit pada insang; tutup insang mengembang. Lembaran insang menjadi pucat, kadang-kadang tampak semburat merah dan kelabu

3.      Penyakit pada organ dalam; perut ikan membengkak, sisik berdiri. Pencegahan timbulnya penyakit ini dapat dilakukan dengan mengangkat ikan dan melakukan penjemuran kolam beberapa hari agar parasit pada segala stadium mati. Parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan pinset. Pengobatan bagi ikan-ikan yang sudah cukup memprihatikan keadaannya, dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia diantaranya:

1.      Pengobatan dengan Kalium Permanganat (PK)

1.      Sediakan air sumur atau sumber air lainnya yang bersih dalam bak penampungan sesuai dengan berat ikan yang akan diobati.

2.      Buat larutan PK sebanyak 2 gram/10 liter atau 1,5 sdt/100 l air.

3.      Rendam ikan yang akan diobati dalam larutan tersebut selama 30-60 menit dengan diawasi terus menerus.

4.      Bila belum sembuh betul, pengobatan ulang dapat dilakukan 3 atau 4 hari kemudian.

2.      Pengobatan dengan Neguvon. Ikan direndam pada larutan neguvon dengan 2-3,5% selama 3 mernit. Untuk pembe-rantasan parasit di kolam, bahan tersebut dilarutkan dalam air hingga konsentrasi 0,1% Neguvon lalu disiramkan ke dalam kolam yang telah dikeringkan. Biarkan selama 2 hari.

3.      Pengobatan dengan garam dapur. Hal ini dilakukan di pedesaan yang sulit mendapatkan bahan-bahan kimia. Caranya:

1.      siapkan wadah yang diisi air bersih. setiap 100 cc air bersih dicampurkan 1-2 gram (NaCl), diaduk sampai rata;

2.      ikan yang sakit direndam dalam larutan tersebut. Tetapi karena obat ini berbahaya, lamanya perendaman cukup 5-10 menit saja.

3.      Setelah itu segera ikan dipindahkan ke wadah yang berisi air bersih untuk selanjutnya dipindahkan kembali ke dalam kolam;

4.      pengobatan ulang dapat dilakukan 3-4 hari kemudian dengan cara yang sama.

2.      Hama
Bagi benih gurame musuh yang paling utama adalah gangguan dari ikan liar/pemangsa dan beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, gurame dan sepat. Musuh lainnya adalah biawak, katak, ular dan bermacam-macam burung pemangsa.

8. PANEN

1.      Penangkapan
Pemanenan benih dapat dilakukan setelah benih berumur 1 bulan. Caranya dengan menyurutkan air sedikit demi sedikit sementara saluran air masuk diperkecil. Pasanglah jaring lembut di pintu pengeluaran untuk menampung benih atau bisa juga dengan membuat parit di tengah kolam menuju ke lubang pengeluaran. Bibit yang terawat baik bisa mencapai bobot 0,3 gram/ekor pada saat dipanen. Pemanenan hasil pembesaran ikan gurame sangat tersantung dari ukuran yang diminta konsumen. Umumnya pemanenan dilakukan setelah ikan berumur 2-3 tahun, ikan yang berumur 2 tahun mempunyai panjang sekitar 25 cm dan berat 0,3 kg/ekor, sedangkan untuk ikan yang berumur 3 tahun panjangnya sekitar 35 cm dan berat badan 0,7 kg/ekor. Untuk ikan berumur 4 tahun panjangnya dapat mencapai 40 cm dan berat 1.5 kg/ekor. Adapun cara penangkapan: air disurutkan sedikit demi sedikit, penangkapan dilakukan pada pagi hari. Hindari cara penangkapan yang dapat menyebabkan ikan terluka.

2.      Pembersihan
Setelah air kolam surut, benih digiring masuk ke petak kecil. Kemudian diserok dan dimasukkan ke dalam keranjang panen. Biasanya waktu panen tidak hanya gurame saja yang tertangkap, sehingga sebelum ikan dimasukkan ke kolam pemberokan, harus diseleksi dan dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan benih dilakukan selama 1 hari. tujuannya agar ikan tidak mabuk sewaktu diangkut ke pasar. Lamanya pembersihan disesuaikan dengan besarnya benih.

9. PASCAPANEN

1.      Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

1.      Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.

2.      Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

3.      Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2.      Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya.
Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

1.      Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

2.      Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

3.      Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.

3.      Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya.
Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan pascapanen benih adalah sebagai berikut:

1.      Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

2.      Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.

3.      Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.

4.      Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.      Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

2.      Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:

1.      masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;

2.      hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;

3.      alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2);

4.      kantong plastik lalu diikat.

5.      kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:

1.      Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).

2.      Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.

3.      Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.

4.      Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.

5.      Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya ikan gurame untuk 6 empang selama 1 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1.      Biaya produksi

1.      Sewa lahan 6 empang @ Rp. 80.000,-/bulan Rp. 480.000,-

2.      Benih per empang 4000 ekor @Rp 150,- Rp. 3.600.000,-

3.      Pakan

§         Postal per empang 7 karung @ Rp 10.000,- Rp. 420.000,-

§         Rambo per empang 5 karung @ Rp 2.500,- Rp. 75.000,-

4.      Obat

§         Super tetra per empang 2 tablet @ Rp 1.000,- Rp 12.000,-

5.      Tenaga kerja 2 OH @ Rp 20.000,- Rp. 40.000,-

6.      Lain-lain (pemeliharaan) Rp. 460.700,-
Jumlah biaya produksi Rp. 5.089.700,-

2.      Penerimaan per empang 4000 ekor @ Rp. 400,- Rp. 9.600.000,-

3.      Keuntungan Rp. 4.510.300,-

4.      Parameter kelayakan usaha : B/C Rasio = 1,89

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Budidaya ikan gurame, mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. disamping rasanya yang lezat dan empuk, ikan ini pun digemari banyak orang. Sudah menjadi tradisi dalam setiap kendurian, ikan gurame selalu menjadi syarat utama hidangan. Disamping rasanya itu, perawatannya pun tidak terlalu sulit dan tidak memakan banyak biaya, sehingga banyak petani ikan yang mulai menggemari, membudidayakan ikan ini, karena harga dari setiap bibitnya yang murah dapat menghasilkan keuntungan 3 kali lipat dari harga bibit. Harga dari ikan gurame di pasaran sangat bervariasi tergantung dari bobot ikan tersebut. Ikan gurame dengan berat 1,5 kg dapat mencapai harga Rp 6.000-Rp 8.000 tergantung keadaan pada saat itu.

11. DAFTAR PUSTAKA

1.      RUSDI, Taufiq. Usaha budidaya Ikan Gurame. Jakarta : CV. simplek, 1987

2.      SITANGGANG, M. Budidaya Gurame. Jakarta : Penerbit Swadaya, 1999

3.      ____________. Kumpulan Gurame Kliping Ikan. Jakarta : trubus, 1997

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

 

 

 

 

BUDIDAYA IKAN GURAME
(Osphronemus gouramy)

1. PENDAHULUAN

Gurame merupakan ikan yang memiliki pertumbuhan agak lambat namun harganya relatif meningkat setiap saat. Untuk DKI Jakarta, jenis ikan ini cocok
karena tidak memerlukan air yang mengalir. Untuk memberi petunjuk bagi masyarakat yang berminat di bawah ini diuraikan tata cara budidayanya.

2. JENIS

Jenis ikan gurame yang dikenal masyarakat berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) yaitu:

1.      Gurame angsa (soang) : badan relatif panjang, sisik relatif lebar. Ukuran yang bisa dicapainya berat 8 kg, panjang 65 cm.

2.      Gurame Jepang : badan relatif pendek dan sisik lebih kecil. Ukuran yang dicapai hanya 45 cm dengan berat kurang dari 4,5 kg. Jika dilihat dari warnanya terdapat gurame hitam, putih dan belang.

3. MEMILIH INDUK

Induk yang dipakai sebaiknya mencapai umur 3 tahun. Untuk membedakan induk jantan dan betina bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Induk betina
Ikan betina mempunyai dasar sirip dada yang gelap atau berwarna kehitaman, warna dagu ikan betina keputih-putihan atau sedikit coklat, jika diletakkan di lantai maka ikan betina tidak menunjukan reaksi apa-apa. Sebaiknya sudah berumur 3~7 tahun.

2.      Induk jantan
Ikan jantan mempunyai dasar sirip berwarna terang atau keputih-putihan, mempunyai dagu yang berwarna kuning, lebih tebal daripada betina dan menjulur. Induk jantan apabila diletakkan pada lantai atau tanah akanmenunjukan reaksinya dengan cara mengangkat pangkal sirip ekornya ke atas. Selain mengetahui perbedaan induk jantan dan betina, perlu juga diketahui demi keberhasilan pembenihan gurame ini. Induk telah berumur 3~7 tahun. Berbeda dengan induk ikan tambakan, induk ikan gurame ini semakin bertambah umurnya akan mengeluarkan telur semakin banyak, perut akan membulat dan relatif penjang dengan warna badan terang. Sisik-sisiknya usahakan tidak cacat/hilang dan masih dalam keadaan tersusun rapi. Induk betina yang cukup umur dan matang kelamin ditandai dengan perutnya akan membesar ke belakang atau di dekat lubang dubur.
Pada lubang anus akan nampak putih kemerah- merahan. Dan apabila kita coba untuk meraba perutnya akan teras lembek.

4. PEMIJAHAN

Pemasukan air dilakukan pagi-pagi sekali, sehingga menjelang jam 10.00 kolam telah berisi air setengahnya. Induk-induk yang telah lolos seleksi dimasukkan dalam kolam dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Perbandingan jumlah antara induk jantan dan betina biasa 1 : 1 – 14. Dengan harapan induk jantan paling sedikit bisa mengawini dua ekor induk betina dalam satu tarikan. Setelah dilepaskan dalam kolam pemijahan biasanya induk jantan tidak otomatis langsung membuat sarang, tetapi terlebih dahulu berjalan-jalan, berenang kesana-sini mengenal wilayahnya. Setelah 15 hari sejak dilepaskan, induk jantan biasanya sudah langsung disibukkan oleh kegiatannya membuat sarang. Garis tengah sarang biasanya kurang lebih 30 cm, yang biasanya dikerjakan oleh induk jantan ini selama seminggu (7 hari). Setelah sarang selesai dibuat, induk jantan cepat-cepat mencari dan merayu induk betina untuk bersama-sama memijah disarang. Induk betina ini akan menyemprotkan telur-telurnya kedalam sarang melalui lubang sarang yang kecil, kemudian jantan akan menyemprotkan spermanya, yang akhirnya terjadilah pembuahan didalam istana ijuk ini. Tidak seperti halnya ikan mas yang pemijahannya hanya beberapa jam saja, pemijahan ikan gurame ini biasanya berlangsung cukup lama. Induk jantan bertugas menjaga sarang selama pemijahan berlangsung. Setelah pemijahan selesai, biasanya giliran induk betina yang bertugas menjaga keturunannya, dengan terlebih dulu menutup lubang sarang dengan ijuk atau rumputan kering.Dengan nalurinya sebagai orang tua yang baik, biasanya induk betina ini menjaga anaknya dengan tak lupa mengipaskan siripnya terutama sirip ekor kearah sarang. Gerakan sirip induk betina ini akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Air dengan kandungan oksigen yang cukup akan membantu menetaskan telur-telur dalam sarang. Sebab seperti diketahui, telurpun butuh oksigen dalam prosesnya menjadi benih ikan. Sementara dengan kasih sayang induk betina menjaga keturunanya, induk jantan akan kembali menyusun sarang dan memikat induk betina yang lainnya untuk melanjutkan keturunannya. Dari atas kolam kita bisa mengetahui induk-induk yang telah memijah tanpa turun ke kolam dengan melihat adanya bau amis, dan terlihat adanya lapisan minyak tepat di atas sarang pemijahan.

5. PENETASAN

Penetasan telur bisa dilakukan di paso, aquarium atau pun ember-ember plastik. Cara memindahkan telur dari dalam sarang ke paso/aquarium dilakukan dengan hati-hati tidak terlalu kasar untuk menghindari agar telur tidak pecah. Sarang bahan dari ijuk yang ada 5 cm dibawah permukaan air dan telah ditutup rapat, diangkat dengan cara dimasukkan kedalam ember yang berisi 3/4 bagian ember. Sarang menghadap ke atas dan ditenggelamkan kemudian perlahan-lahan tutup sarang dibuka, maka telur-telur akan keluar dan mengambang dipermukaan air. Selanjutnya telur diangkat dengan mengunakan piring kecil untuk dipindahkan ke pasoaquarium atau ember bak yang telah diisi air bersih yan sudah diendapkan. Penggantian air dilakukan secara rutin agar telur-telur menetas dengan sempurna dan telur yang tidak menetas segera dikeluarkan. Telur akan menetas dalam tempo 30 ~ 36 jam.

6. PENDEDERAN

Selama 5 hari benih-benih belum membutuhkan makanan tambahan, karena masih mengisap kuning telur (yolk sack). Setelah lewat masa itu benih membutuhkan makanan yang harus disuplai dari luar. Oleh karenya jika masih belum ditebarkan di kolam harus diberi makan infusoria. Jika benih hendak ditebarkan di kolam, kolam harus dikeringkan dan dipupuk dengan pupuk kandang 1 kg/m 2 . Setelah seminggu benih ditebarkan, yaitu ketika air kolam sudah berubah menjadi kehijau-hijauan. Benih gurame umur 7 hari dapat dipasarkan kepada para pendedar dengan system jual sarang sehinga frekwensi pembenihan dapat ditingkatkan. Padat tebar pendederan 50 ~ 100 ekor/m 2 , sementara kolam yang digunakan berkisar 50.250 m 2 .

7. PENUTUP

Meskipun pemeliharaan gurame relatif membutuhkan waktu lama namun harga jual yang tinggi tetap akan memberi keuntungan.

8. SUMBER

Dinas Perikanan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1997

BUDIDAYA UDANG WINDU

Desember 19, 2008

BUDIDAYA UDANG WINDU
( Palaemonidae / Penaeidae )

 

 

 

 

 

 

 

 

SEJARAH SINGKAT

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.

SENTRA PERIKANAN

Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.

JENIS

Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae

MANFAAT

1.      Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.

2.      Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.

3.      Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.

4.      Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.

5.      Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.

6.      Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.

PERSYARATAN LOKASI

1.      Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.

2.      Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.

3.      Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).

4.      Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.

5.      Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)

6.      Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Penyiapan Sarana dan Peralatan

Syarat konstruksi tambak:

1.      Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.

2.      Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.

3.      Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.

4.      Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.

5.      Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.

6.      Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.

7.      Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.

Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.

1.      Tambak Ekstensif atau Tradisional

v     Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.

v     Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.

v     Luasnya antara 3-10 ha per petak.

v     Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.

v     Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.

v     Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.

v     Pada tambak ini tidak ada pemupukan.

2.      Tambak Semi Intensif

v     Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.

v     Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.

v     Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.

v     Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.

v     Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.

v     Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.

 

3.      Tambak Intensif

v     Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.

v     Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.

v     Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.

v     Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.

v     Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak.

v     Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.

v     Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.

Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:

1.      Petakan Tambak

1.      Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.

2.      Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.

3.      Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.

 

2.      Pematang/Tanggul

1.      Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.

2.      Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.

3.      Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.

4.      Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.

 

 

 

3.      Saluran dan Pintu Air

1.      Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.

2.      Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).

3.      Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.

4.      Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.

5.      Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)

6.      Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.

7.      Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.

 

4.      Pelindung

1.      Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.

2.      Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.

 

5.      Pemasangan kincir:

1.      Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.

2.      Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.

Pembibitan

1.      Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :

1.      Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.

2.      Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.

Cara Penangkapan Benur:

1.      Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.

§         Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.

§         Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.

§         Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.

§         Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar.

 

2.      Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional. Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:

v     Umur dan ukuran benur harus seragam.

v     Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.

v     Benur berwarna tidak pucat.

v     Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.

Perlakuan dan Perawatan Benih

Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.

§         Kolam Diatomae
Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema danTetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.

§         Kolam Induk
Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.

§         Kolam Larva
Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6). Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m 2 , yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.

Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan

§         Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil. – Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.

§         Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air dari petak pendederan.

§         Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.

§         Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.

§         Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.

§         Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m 2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari.

Cara Pengipukan di dalam Hapa

§         Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.

§         Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.

§         Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.

§         Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 .

§         Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.

§         Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.

§         Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.

§         Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.

Cara pengangkutan:

Pengangkutan menggunakan kantong plastik:

§         Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.

§         Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali.

§         Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.

§         Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.

Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:

§         Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.

§         Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.

§         Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.

§         Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.

§         Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.

Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.

Pemeliharaan Pembesaran

1.      Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan:

v     Untuk pertumbuhan kelekap

§         Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.

§         Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.

§         Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.

§         Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.

§         Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.

§         Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.

§         Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.

v     Untuk pertumbuhan lumut

§         Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.

§         Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.

§         Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.

§         Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.

§         Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.

v     Untuk pertumbuhan Diatomae

§         Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.

§         Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.

§         Contoh pupuk:

§   Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.

§   Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.

§   Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25

§   Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37

§   Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17

§   Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26

§   Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39

§         Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.

§         Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.

§         Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.

§         Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.

Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:

Makanan alami:

§         Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.

§         Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).

§         Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.

§         Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).

§         Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.

§         Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.

Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:

§         Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.

§         Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.

§         Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.

§         Sisa-sisa pemotongan katak.

§         Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.

§         Makanan anak ayam.

§         Daging kerang dan remis.

§         Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.

Makanan Buatan (Pelet):

§         Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.

§         Dedak halus 40 %.

§         Tepung bungkil kelapa 20 %.

§         Tepung kanji 19 %.

§         Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.

Cara pembuatan:

§         Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskansampai mengental.

§         Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.

§         Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.

Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:

§         Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.

§         Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.

§         Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.

§         Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.

Pemeliharaan Kolam/Tambak

v     Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.

v     Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.

v     Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.

v     Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.

v     Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.

v     Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.

v     Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.

Perbaikan teknis yang diperlukan:

v     Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.

v     Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.

v     Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.

v     Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.

 

 

HAMA DAN PENYAKIT

  1. Hama
    1. Lumut
      Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
    2. Bangsa ketam
      Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoran-bocoran.
    3. Udang tanah (Thalassina anomala),
      Membuat lubang di pematang.
    4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
      Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
    5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
      Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
  2. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:
    1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
    2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
    3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
    4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
    5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).
  3. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
    1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
    2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
    3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
    4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.
  1.  
    • Pengendalian:
      1. Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
        1. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
        2. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
        3. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
        4. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
        5. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
        6. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
        7. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
      2. Rotenon dari akar deris (tuba).
        1. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
        2. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
        3. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
        4. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
      3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
        1. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
        2. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
        3. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
      4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
        1. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
        2. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
        3. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
        4. Cara penggunaan:
          • Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
          • Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
          • Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
          • Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
      5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
      6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
      7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
  2. Penyakit asal virus.
  1.  
    1. Monodon Baculo Virus (MBV)
      Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
    2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
      Gejala:

      1. udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
      2. bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam;
      3. udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
      4. pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh;
      5. permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
      6. pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
      Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    4. Cytoplamic Reo-like Virus
      Gejala:

      1. udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
      2. kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
    5. Ricketsiae
      Gejala:

      1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
      2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut);
      3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
      4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
  2. Penyakit asal Bakteri
    1. Bakteri nekrosis
  1.  
    1.  
      1. Penyebab:
        1. bakteri dari genus Vibrio;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
      2. Gejala:
        1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
        2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
      3. Pengendalian:
        1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
        3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
    2. Bakteri Septikemia
      1. Penyebab:
        1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
      2. Gejala:
        1. menyerang larva dan post larva;
        2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
      3. Pengendalian:
        1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
  2. Penyakit asal Parasit
    Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan
    kemandulan (Bopyrid).

    1. Parasit cacing
  1.  
    1.  
      1. Cacing Cestoda, yaitu
  1.  
    1.  
      1.  
        1. Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
        2. Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-tubuler hepatopankreas.
      2. Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
      3. Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
    2. Parasit Isopoda
      Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
  2. Penyakit asal Jamur
  1.  
    • Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
    • Penyebab:
      1. Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
      2. penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
    • Pengendalian:
      1. pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat;
      2. jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
      3. pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.

8. PANEN

Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:

  1.  
    1. ukurannya besar
    2. kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
    3. masih dalam keadaan hidup dan segar.
  2. Penangkapan
    1. Penangkapan sebagian
      1. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
      2. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
      3. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
    2. Penangkapan total
      1. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
      2. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
      3. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
      4. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
      5. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
      6. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
  3. Pembersihan
    Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.

9. PASCAPANEN

Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:

  1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
  2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
  3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
  4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
  5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
  6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
  7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
  8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

    1. Biaya Produksi
      1. Lahan
        • Sewa lahan 2 tahun Rp. 3.200.000,-
        • Pengolahan lahan Rp. 125.000,-
      2. Bibit
        • Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp. 960.000,-
      3. Pakan
        • UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp. 224.460,-
        • UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp. 1.416.960,-
        • UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp. 4.329.900,-
      4. Obat-obatan dan pupuk
        • BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp 50.000,-
        • Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp. 60.000,-
        • Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp. 20.000,-
        • KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP. 25.000,-
        • Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp. 10.000,-
        • Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp. 100.000,-
      5. Alat
        • Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
        • pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
        • Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp. 50.000,-
        • Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 18.000,-
        • Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
        • Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp. 13.500,-
        • Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
        • Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
        • Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
        • Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp. 16.500,-
      6. Tenaga kerja
        • Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp. 1.500.000,-
        • Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp. 80.000,-
      7. Lain-lain
        • Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp. 90.000,-
        • Transportasi Rp. 20.000,-
      8. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
        Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-
    2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
    3. Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-
      Keuntungan per musim (6 bulan) Rp. 4.686.530,-
    4. Parameter kelayakan
      1. B/C ratio per musim 1,37
      2. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg
      3. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-10.2.

Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.

11. DAFTAR PUSTAKA

  1. Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  2. Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
  3. Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
  4. Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  5. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
  6. __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
  7. __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  8. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
  9. Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  10. Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

BUDIDAYA IKAN LELE

Desember 19, 2008

1. SEJARAH SINGKAT

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan.

2. SENTRA PERIKANAN

Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.

3. JENIS

Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986)
adalah:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias

Di Indonesia ada 6 (enam) jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:

  1. Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).
  2. Clarias teysmani, dikenal sebagai lele Kembang (Jawa Barat), Kalang putih (Padang).
  3. Clarias melanoderma, yang dikenal sebagai ikan duri (Sumatera Selatan), wais (Jawa Tengah), wiru (Jawa Barat).
  4. Clarias nieuhofi, yang dikenal sebagai ikan lindi (Jawa), limbat (Sumatera Barat), kaleh (Kalimantan Selatan).
  5. Clarias loiacanthus, yang dikenal sebagai ikan keli (Sumatera Barat), ikan penang (Kalimantan Timur).
  6. Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele Dumbo (Lele Domba), King cat fish, berasal dari Afrika.

4. MANFAAT

  1. Sebagai bahan makanan
  2. Ikan lele dari jenis C. batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan pajangan atau ikan hias.
  3. Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele.
  4. Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah dan lain-lain.

5. PERSYARATAN LOKASI

  1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
  2. Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
  3. Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%.
  4. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
  5. Lokasi untuk pembuatan kolam hendaknya di tempat yang teduh, tetapi tidak berada di bawah pohon yang daunnya mudah rontok.
  6. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20°C, dengan suhu optimal antara 25-28°C. Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-
    30°C dan untuk pemijahan 24-28 ° C.
  7. Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O2.
  8. Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industri, merkuri, atau mengandung kadar minyak atau bahan lainnya yang dapat mematikan
    ikan.
  9. Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
  10. Permukaan perairan tidak boleh tertutup rapat oleh sampah atau daun-daunan hidup, seperti enceng gondok.
  11. Mempunyai pH 6,5–9; kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm; turbidity (kekeruhan) bukan lumpur antara 30–60
    cm; kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO2 kurang dari
    12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.
  12. Persyaratan untuk pemeliharaan ikan lele di keramba :
    1. Sungai atau saluran irigasi tidak curam, mudah dikunjungi/dikontrol.
    2. Dekat dengan rumah pemeliharaannya.
    3. Lebar sungai atau saluran irigasi antara 3-5 meter.
    4. Sungai atau saluran irigasi tidak berbatu-batu, sehingga keramba mudah dipasang.
    5. Kedalaman air 30-60 cm.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    Dalam pembuatan kolam pemeliharaan ikan lele sebaiknya ukurannya tidak terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan. Bentuk
    dan ukuran kolam pemeliharaan bervariasi, tergantung selera pemilik dan lokasinya. Tetapi sebaiknya bagian dasar dan dinding kolam dibuat permanen.
    Pada minggu ke 1-6 air harus dalam keadaan jernih kolam, bebas dari pencemaran maupun fitoplankton. Ikan pada usia 7-9 minggu kejernihan airnya harus dipertahankan. Pada minggu 10, air dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan. Kekeruhan menunjukkan kadar bahan padat yang melayang dalam air (plankton). Alat untuk mengukur kekeruhan air disebut secchi. Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia lele (minggu) sesuai angka secchi :

    • Usia 10-15 minggu, angka secchi = 30-50
    • Usia 16-19 minggu, angka secchi = 30-40
    • Usia 20-24 minggu, angka secchi = 30
  2. Penyiapan Bibit

1.      Menyiapkan Bibit

  1.  
    1.  
      1. Pemilihan Induk
        1. Ciri-ciri induk lele jantan:
          • Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
          • Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
          • Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
          • Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng (depress).
          • Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan lele betina.
          • Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
          • Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
        2. Ciri-ciri induk lele betina
          • Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
          • Warna kulit dada agak terang.
          • Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
          • Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
          • Perutnya lebih gembung dan lunak.
          • Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur).
        3. Syarat induk lele yang baik:
          • Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.
          • Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.
          • Berat badannya berkisar antara 100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.
          • Bentuk badan simetris, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
          • Umur induk jantan di atas tujuh bulan, sedangkan induk betina berumur satu tahun.
          • Frekuensi pemijahan bisa satu bula sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya
            mengandung cukup protein.
        4. Ciri-ciri induk lele siap memijah adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.
        5. Perawatan induk lele:
          • Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging
            bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan (pellet).
            Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relatif
            tinggi, yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra
            harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan.
          • Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.
          • Setelah benih berumur seminggu, induk betina dipisahkan, sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur 2 minggu.
          • Segera pisahkan induk-induk yang mulai lemah atau yang terserang penyakit untuk segera diobati.
          • Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.
      2. Pemijahan Tradisional
        1. Pemijahan di Kolam Pemijahan

1.      Kolam induk:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Kolam dapat berupa tanah seluruhnya atau tembok sebagian dengan dasar tanah.
            • Luas bervariasi, minimal 50 m2.
            • Kolam terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian dangkal (70%) dan bagian dalam (kubangan) 30 % dari luas kolam. Kubangan ada di bagian tengah kolam dengan kedalaman 50-60 cm, berfungsi untuk bersembunyi induk, bila kolam disurutkan airnya.
            • Pada sisi-sisi kolam ada sarang peneluran dengan ukuran 30x30x25 cm3, dari tembok yang dasarnya dilengkapi saluran pengeluaran dari pipa paralon diamneter 1 inchi untuk keluarnya banih ke kolam pendederan.
            • Setiap sarang peneluran mempunyai satu lubang yang dibuat dari pipa paralon (PVC) ukuran ± 4 inchi untuk masuknya induk-induk lele.
            • Jarak antar sarang peneluran ± 1 m.
            • Kolam dikapur merata, lalu tebarkan pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 500-750 gram/m2.
            • Airi kolam sampai batas kubangan, biarkan selama 4 hari. Kolam Rotifera (cacing bersel tunggal):
            • Letak kolam rotifera di bagian atas dari kolam induk berfungi untuk menumbuhkan makanan alami ikan (rotifera).
            • Kolam rotifera dihubungkan ke kolam induk dengan pipa paralon untuk mengalirkan rotifera.
            • Kolam rotifera diberi pupuk organik untuk memenuhi persyaratan tumbuhnya rotifera.
            • Luas kolam ± 10 m2.

2.      Pemijahan:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersedia dan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau satu pasang per sarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam (pilih salah satu).
            • Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.
            • Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan .
            • Biarkan sampai 10 hari.
            • Setelah induk dalam kolam selama 10 hari, air dalam kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Biarkan sampai 10 hari. Pada saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.
            • Benih lele dikeluarkan dari sarnag ke kolam pendederan dengan cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih
              dialirkan melalui pipa pengeluaran.
            • Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara intensif, ukuran benih 1-2 cm, dengan
              kepadatan 60 -100 ekor/m2.
            • Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele. Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam hari.
        2. Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Berpasangan

0.      Penyiapan bak pemijahan secara berpasangan:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Buat bak dari semen atau teraso dengan ukuran 1 x 1 m atau 1 x 2 m dan tinggi 0,6 m.
            • Di dalam bak dilengkapi kotak dari kayu ukuran 25 x 40×30 cm tanpa dasar sebagai sarang pemijahan. Di bagian atas diberi lubang dan diberi tutup untuk melihat adanya telur dalam sarang. Bagian depan kotak/sarang pemijahan diberi enceng gondok supaya kotak menjadi gelap.
            • Sarang pemijahan dapat dibuat pula dari tumpukan batu bata atau ember plastik atau barang bekas lain yang memungkinkan.
            • Sarang bak pembenihan diberi ijuk dan kerikil untuk menempatkan telur hasil pemijahan.
            • Sebelum bak digunakan, bersihkan/cuci dengan air dan bilas dengan formalin 40 % atau KMnO4 (dapat dibeli di apotik); kemudian bilas lagi dengan air bersih dan keringkan.

1.      Pemijahan:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Tebarkan I (satu) pasang induk dalam satu bak setelah bak diisi air setinggi ± 25 cm. Sebaiknya airnya mengalir. Penebaran dilakukan pada jam 14.00–16.00.
            • Biarkan induk selama 5-10 hari, beri makanan yang intensif. Setelah ± 10 hari, diharapkan sepasang induk ini telah memijah, bertelur dan dalam waktu 24 jam telur-telur telah menetas. Telur-telur yang baik adalah yang berwarna kuning cerah.
            • Beri makanan anak-anak lele yang masih kecil (stadium larva) tersebut berupa kutu air atau anak nyamuk dan setelah agak besar
              dapat diberi cacing dan telur rebus.
        2. Pemijahan di Bak Pemijahan Secara Masal

0.      Penyiapan bak pemijahan secara masal:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Buat bak dari semen seluas 20 m2 atau 50 m2, ukuran 2×10 m2 atau 5×10 m2.
            • Di luar bak, menempel dinding bak dibuat sarang pemijahan ukuran 30x30x30 cm3, yang dilengkapi dengan saluran pengeluaran benih dari paralon (PVC) berdiameter 1 inchi. Setiap sarang dibuatkan satu lubang dari paralon berdiameter 4 inchi.
            • Dasar sarang pemijahan diberi ijuk dan kerikil untuk tempat menempel telur hasil pemijahan.
            • Sebelum digunakan, bak dikeringkan dan dibilas dengan larutan desinfektan atau formalin, lalu dibilas dengan air bersih; kemudian keringkan.

1.      Pemijahan:

  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          •  
            • Tebarkan induk lele yang terpilih (matang telur) dalam bak pembenihan sebanyak 2xjumlah sarang , induk jantan sama banyaknya dengan induk betina atau dapat pula ditebarkan 25-50 pasang untuk bak seluas 50 m2 (5×10 m2), setelah bak pembenihan diairi setinggi 1 m.
            • Setelah 10 hari induk dalam bak, surutkan air sampai ketinggian 50- 60 cm, induk beri makan secara intensif.
            • Sepuluh hari kemudian, air dalam bak dinaikkan sampai di atas lubang sarang sehingga air dalam sarang mencapai ketinggian 20-25 cm.
            • Saat air ditinggikan diharapkan induk-induk berpasangan masuk sarang pemijahan, memijah dan bertelur. Biarkan sampai ± 10 hari.
            • Sepuluh hari kemudian air disurutkan lagi, dan diperkirakan telur-telur dalam sarang pemijahan telah menetas dan menjadi benih lele.
            • Benih lele dikeluarkan melalui saluran pengeluaran benih untuk didederkan di kolam pendederan.
      2. Pemijahan Buatan
        Cara ini disebut Induced Breeding atau hypophysasi yakni merangsang ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormon ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin:
  1.  
    1.  
      1.  
        1. Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).
        2. Mendorong nafsu sex (libido)

2.      Perlakuan dan Perawatan Bibit

  1.  
    1.  
      1. Kolam untuk pendederan:
  1.  
    1.  
      1.  
        1. Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus, halus, dan licin, sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air. Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang pralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.
        2. Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air dipasang saringan yang dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam. Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastik berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.
        3. Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran dihubungkan dengan pipa
          plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.
        4. Minggu ketiga, benih dipindahkan ke kolam pendederan yang lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.
        5. Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.
      2. Penjarangan:
        1. Penjarangan adalah mengurangi padat penebaran yang dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah lebih besar, sehingga volume
          ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang.
  1.  
    1.  
      1.  
        1.  
          • Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan :
          • Ikan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka.
          • Terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan
            yang lebih besar).
          • Suasana kolam tidak sehat oleh menumpuknya CO2 dan NH3, dan O2 kurang sekali sehingga pertumbuhan ikan lele terhambat.
        2. Cara penjarangan pada benih ikan lele :
          • Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2
          • Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2
          • Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2
      2. Pemberian pakan:
        1. Hari pertama sampai ketiga, benih lele mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.
        2. Hari keempat sampai minggu kedua diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam 4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air. Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir, benih lele harus dikenalkan dengan makanan dalam bentuk tepung yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton. Makanan yang berupa teoung dapat terbuat dari campuran kuning telur, tepung udang dan sedikit bubur nestum.
        3. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
        4. Minggu keempat dan kelima diberi pakan sebanyak 32% x biomassa setiap hari.
        5. Minggu kelima diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.
        6. Minggu ketiga diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.
        7. Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.
      3. Pengepakan dan pengangkutan benih
        1. Cara tertutup:
          • Kantong plastik yang kuat diisi air bersih dan benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Udara dalam plastik dikeluarkan. O2 dari tabung dimasukkan ke dalam air sampai volume udara dalam plastik 1/3–1/4 bagian. Ujung plastik segera diikat rapat.
          • Plastik berisi benih lele dimasukkan dalam kardus atau peti supaya tidak mudah pecah.
        2. Cara terbuka dilakukan bila jarak tidak terlalu jauh:
          • Benih lele dilaparkan terlebih dahulu agar selama pengangkutan, air tidak keruh oleh kotoran lele. (Untuk pengangkutan lebih dari 5 jam).
          • Tempat lele diisi dengan air bersih, kemudian benih dimasukkan sedikit demi sedikit. Jumlahnya tergantung ukurannya. Benih ukuran
            10 cm dapat diangkut dengan kepadatan maksimal 10.000/m3 atau 10 ekor/liter. Setiap 4 jam, seluruh air diganti di tempat yang teduh.
  2. Pemeliharaan Pembesaran

0.      Pemupukan

  1.  
    1.  
      1. Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele.
      2. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m 2 . Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m 2 , dan amonium nitrat 15 gram/m 2 . Selanjutnya dibiarkan selama 3 hari.
      3. Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.
      4. Secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.

1.      Pemberian Pakan

  1.  
    1.  
      1. Makanan Alami Ikan Lele
        1. Makanan alamiah yang berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air.
        2. Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome),
          ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).
        3. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein.
        4. Ikan lele juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.
      2. Makanan Tambahan
        1. Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai.
        2. Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).
      3. Makanan Buatan (Pellet)
        1. Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang tanah=18,00;
          tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00; vitamin=1,00; mineral=0,500;
        2. Proses pembuatan:
          Dengan cara menghaluskan bahan-bahan, dijadikan adonan seperti pasta, dicetak dan dikeringkan sampai kadar airnya kurang dari 10%.
          Penambahan lemak dapat diberikan dalam bentuk minyak yang dilumurkan pada pellet sebelum diberikan kepada lele. Lumuran minyak
          juga dapat memperlambat pellet tenggelam.
        3. Cara pemberian pakan:
          • Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan
            yang berbentuk tepung.
          • Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.
          • Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.

2.      Pemberian Vaksinasi
Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:

  1.  
    1.  
      1. Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan
        dosis 200 ppm selama 10-15 menit.
        Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan.
      2. Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
      3. Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.

3.      Pemeliharaan Kolam/Tambak

  1.  
    1.  
      1. Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk memberantas hama dan bibit penyakit.
      2. Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti semua air kotor tersebut dengan air bersih yang telah diendapkan 2
        malam.
      3. Kolam yang telah terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m 2 selama satu minggu.
        Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, kemudian dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.

7. HAMA DAN PENYAKIT

  1. Hama dan Penyakit
    1. Hama pada lele adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan lele.
    2. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang lele antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air, ikan
      gabus dan belut.
    3. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif tidak
      banyak diserang hama. Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.

      1. Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla dan Pseudomonas hydrophylla
        Bentuk bakteri ini seperti batang dengan polar flage (cambuk yang terletak di ujung batang), dan cambuk ini digunakan untuk bergerak, berukuran 0,7–0,8 x 1–1,5 mikron. Gejala: iwarna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan, bernafas megap-megap di permukaan air. Pengendalian: memelihara lingkungan perairan agar tetap bersih, termasuk kualitas air. Pengobatan melalui makanan antara lain: (1) Terramycine dengan dosis 50 mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7–10 hari berturut-turut. (2) Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.
      2. Penyakit Tuberculosis
        Penyebab: bakteri Mycobacterium fortoitum). Gejala: tubuh ikan berwarna gelap, perut bengkak (karena tubercle/bintil-bintil pada hati, ginjal, dan limpa). Posisi berdiri di permukaan air, berputar-putar atau miring-miring, bintik putih di sekitar mulut dan sirip. Pengendalian: memperbaiki kualitas air dan lingkungan kolam. Pengobatan: dengan Terramycin dicampur dengan makanan 5–7,5 gram/100 kg ikan/hari selama 5–15 hari.
      3. Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia.
        Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati atau ikan yang kondisinya lemah. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas. Pengendalian: benih gelondongan dan ikan dewasa direndam pada Malachyte Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam Malachyte Green Oxalate 0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm selama 15 menit.
      4. Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis
        Penyebab: parasit dari golongan Ciliata, bentuknya bulat, kadang-kadang amuboid, mempunyai inti berbentuk tapal kuda, disebut Ichthyophthirius multifilis. Gejala: (1) ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di permukaan air; (2) terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan insang; (3) ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding kolam. Pengendalian: air harus dijaga kualitas dan kuantitasnya. Pengobatan: dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi pada campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green Oxalate 0,1 gram/m3 selama 12–24 jam, kemudian ikan diberi air yang segar.
        Pengobatan diulang setelah 3 hari.
      5. Penyakit Cacing Trematoda
        Penyebab: cacing kecil Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Cacing Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan cacing Gyrodactylus menyerang kulit dan sirip. Gejala: insang yang dirusak menjadi luka-luka, kemudian timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu. Pengendalian: (1) direndam Formalin 250 cc/m 3 air selama 15 menit; (2) Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam; (3) mencelupkan tubuh ikan ke dalam larutan Kalium -Permanganat (KMnO4) 0,01% selama ± 30 menit; (4) memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit; (5) dapat juga memakai larutan NH4OH 0,5% selama ± 10 menit.
      6. Parasit Hirudinae
        Penyebab: lintah Hirudinae, cacing berwarna merah kecoklatan. Gejala: pertumbuhannya lambat, karena darah terhisap oleh parasit, sehingga
        menyebabkan anemia/kurang darah. Pengendalian: selalu diamati pada saat mengurangi padat tebar dan dengan larutan Diterex 0,5 ppm.
  2. Hama Kolam/Tambak
    Apabila lele menunjukkan tanda-tanda sakit, harus dikontrol faktor penyebabnya, kemudian kondisi tersebut harus segera diubah, misalnya :

    1. Bila suhu terlalu tinggi, kolam diberi peneduh sementara dan air diganti dengan yang suhunya lebih dingin.
    2. Bila pH terlalu rendah, diberi larutan kapur 10 gram/100 l air.
    3. Bila kandungan gas-gas beracun (H2S, CO2), maka air harus segera diganti.
    4. Bila makanan kurang, harus ditambah dosis makanannya.

8. PANEN

  1. Penangkapan
    Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan:

    1. Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor.
    2. Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram per ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm.
    3. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan.
    4. Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
    5. Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu.
    6. Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap.
    7. Setelah dipanen, piaralah dulu lele tersebut di dalam tong/bak/hapa selama 1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang.
    8. Lakukanlah penimbangan secepat mungkin dan cukup satu kali.
  2. Pembersihan
    Setelah ikan lele dipanen, kolam harus dibersihkan dengan cara:

    1. Kolam dibersihkan dengan cara menyiramkan/memasukkan larutan kapur sebanyak 20-200 gram/m 2 pada dinding kolam sampai rata.
    2. Penyiraman dilanjutkan dengan larutan formalin 40% atau larutan permanganat kalikus (PK) dengan cara yang sama.
    3. Kolam dibilas dengan air bersih dan dipanaskan atau dikeringkan dengan sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk membunuh penyakit yang
      ada di kolam.

9. PASCAPANEN

  1. Setelah dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul kepalanya memakai muntu atau kayu.
  2. Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat menyebabkan daging terasa pahit.
  3. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

  1. Analisis Usaha Budidaya
    Analisis Usaha Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Desa Bendosewu, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut:

    1. Biaya produksi
      1. Lahan
        • Tanah 123 m 2 Rp. 123.000,-
        • Kolam 9 buah Rp. 1.230.000,-
        • Perawatan kolam Rp. 60.000,-
      2. Bibit/benih
        • betina 40 ekor @ Rp. 12.000,- Rp. 480.000,-
        • jantan 10 ekor @ Rp. 10.000,- Rp. 100.000,-
      3. Pakan
        • Pakan benih Rp. 14.530.300,-
        • Pakan induk Rp. 4.818.000,-
      4. Obat-obatan Rp. 42.000,-
      5. Peralatan
        • pompa air3 bh @ Rp. 110.000,- Rp. 330.000,-
        • diesel 1 bh @ Rp. 600.000,- Rp. 600.000,-
        • sikat 1.bh @.Rp. 25.000,- Rp. 25.000,-
        • jaring 1 bh @.Rp. 150.000,- Rp. 150.000,-
        • bak 5 bh @ Rp. 3.000,- Rp. 15.000,-
        • timba 7 bh @.Rp. 3.000,- Rp. 21.000,-
        • alat seleksi 6 bh @.Rp. 4.000,- Rp. 24.000,-
        • ciruk 5 bh @. Rp. 1.500,- Rp. 7.500,-
        • gayung 5 bh @. Rp.1.000,- Rp. 5.000,-
        • selang Rp. 90.000,-
        • paralon Rp. 70.000,-
        • Perawatan alat Rp. 120.000,-
      6. Tenaga kerja Rp. 420.000,-
      7. Lain-lain Rp. 492.000,-
      8. Biaya tak terduga 10% Rp. 2.522.800,-
        Jumlah biaya produksi Rp. 5.045.600,-
    2. Pendapatan Rp. 2.220.000,-
    3. Keuntungan Rp. 7.174.400,-
    4. Parameter kelayakan usaha 25%
    5. BEP dalam unit (ekor)
  1.  
    1.  
      • ukuran 1 1.138
      • ukuran 2 325.049
      • ukuran 3 65.010
      • ukuran 4 6.501
      • ukuran 5 11.377
      • ukuran 6 260
  2. Gambaran Peluang Agribisnis
    Budidaya ikan lele, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan
    ikan lele semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.

11. DAFTAR PUSTAKA

  1. Arifin, M.Z. 1991. Budidaya lele. Dohara prize. Semarang.
  2. Djamiko, H., Rusdi, T. 1986. Lele. Budidaya, Hasil Olah dan Analisa Usaha. C.V. Simplex. Jakarta.
  3. Djatmika, D.H., Farlina, Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. C.V. Simplex. Jakarta.
  4. Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penerbit Swadaya. Jakarta.
  5. Simanjutak, R.H. 1996. Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo. Bhratara. Jakarta.
  6. Soetomo, M.H.A. 1987. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru. Bandung.
  7. Susanto, H. 1987. Budidaya ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.

satu yang pertama

Desember 19, 2008

sekejap hadirmu berikan warna satu kan ada berikan dunia. padaku kau berikan rasa yang tak pernah kurasa begitu sempurna. hilangnya kan ada saat yang kurasa hati yang terluka hilangnya cinta benarkah semua yang berarti apa yang kuberi tak akan kembali. aku satu yang pertama selalu yang merasa begitu berbeda. hingga semua telah tiada luka yang tersisa. bila kau menyadari hilangnya kan ada bersamaku tak akan terganti. sudahlah semua yang berarti tak lagi disini.

Hello world!

November 21, 2008

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!